Rencana Pemindahan Napi Gagal: Bobby Batalkan Sewa Pesawat Garuda
Wali Kota Medan Bobby Nasution kembali jadi sorotan setelah memutuskan membatalkan rencana pemindahan sejumlah narapidana ke Lapas Nusakambangan menggunakan pesawat milik Garuda Indonesia. Keputusan tersebut sontak menuai beragam respons, baik dari publik maupun kalangan pengamat kebijakan, mengingat sebelumnya langkah ini dinilai cukup kontroversial dan belum lazim dilakukan pemerintah daerah.
Pemindahan Napi Kelas Kakap yang Batal
Rencana awalnya, Bobby ingin memindahkan beberapa narapidana yang dianggap berpengaruh di dalam Lapas Tanjung Gusta ke Nusakambangan, pulau yang dikenal sebagai tempat tahanan berkeamanan tinggi. Alasannya: untuk menekan pengaruh para napi terhadap kondisi sosial dan keamanan di dalam lapas, termasuk dugaan keterlibatan dalam peredaran narkoba dari balik jeruji.
Namun, rencana tersebut mendadak dibatalkan. Salah satu alasannya adalah penggunaan anggaran daerah untuk menyewa pesawat Garuda Indonesia, yang menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
“Kita sudah evaluasi. Ada banyak pertimbangan, baik dari sisi efisiensi anggaran, teknis pelaksanaan, maupun masukan dari pemerintah pusat,” ujar Bobby dalam konferensi pers singkat di Balai Kota Medan.
Pertimbangan Anggaran dan Efektivitas
Poin utama yang menjadi sorotan adalah anggaran. Biaya sewa pesawat komersial seperti Garuda jelas bukan hal murah, terlebih jika dana tersebut berasal dari kas daerah. Banyak pihak mempertanyakan urgensinya, apalagi di tengah tuntutan efisiensi belanja pemerintah daerah.
Selain itu, secara teknis, pemindahan narapidana merupakan kewenangan Kementerian Hukum dan HAM, bukan otoritas langsung dari kepala daerah. Keputusan Bobby dianggap terlalu progresif namun tidak sepenuhnya tepat sasaran dari sisi hukum tata negara.
Respons Masyarakat dan Pengamat
Publik di media sosial menanggapi pembatalan ini dengan beragam nada. Ada yang menilai Bobby telah bersikap bijak dengan mengoreksi rencananya, namun tak sedikit juga yang menilai gagalnya rencana ini menunjukkan lemahnya koordinasi antarlembaga.
Pengamat kebijakan publik menyarankan agar pemindahan napi tetap dilakukan melalui prosedur resmi dan koordinasi vertikal, tanpa harus melibatkan simbolisme berlebihan seperti penyewaan pesawat khusus.
“Jika memang ada napi yang terlalu dominan, langkah pemindahan harus melalui Ditjen PAS, bukan lewat pendekatan anggaran daerah dan manuver politik,” ujar seorang pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara.
Pelajaran dari Polemik Ini
Kisruh kecil ini menyimpan pelajaran penting. Gagasan kreatif dalam tata kelola pemerintahan memang diperlukan, tetapi harus dibarengi dengan kecermatan administratif, perhitungan anggaran, dan dasar hukum yang kuat. Keputusan Bobby untuk membatalkan penyewaan pesawat mungkin menjadi langkah mundur, tapi sekaligus menunjukkan kemampuan menerima kritik dan mengoreksi arah kebijakan.
Pemindahan napi bukan perkara sederhana. Ia menyangkut keamanan, logistik, hukum, dan persepsi publik. Meski rencana Bobby Nasution sempat dianggap terobosan berani, pembatalannya juga merupakan bagian dari dinamika kepemimpinan: tahu kapan harus melangkah, dan tahu kapan harus berhenti. Kini, publik menanti solusi alternatif yang lebih efisien, terkoordinasi, dan tetap mengutamakan penegakan hukum yang adil.