Gabungan Kekuatan Militer AS dan Sekutu RI Bikin China Uring-uringan
Ketegangan geopolitik di kawasan Asia-Pasifik kembali meningkat setelah Amerika Serikat dan sejumlah negara tetangga Indonesia, termasuk Filipina dan Australia, menggelar latihan militer gabungan berskala besar di perairan dekat Laut China Selatan. Latihan ini tidak hanya menunjukkan kekuatan, tetapi juga mengirim sinyal politik yang kuat kepada Beijing, yang selama ini mengklaim wilayah strategis tersebut.
China dilaporkan bereaksi keras, menyebut latihan itu sebagai provokasi yang mengganggu stabilitas regional. Media pemerintah Tiongkok bahkan menyebut manuver ini sebagai “langkah permusuhan terselubung” yang akan membahayakan perdamaian jangka panjang di kawasan.
Latihan Bersandi “Pacific Shield 2025”
Latihan militer yang diberi sandi Pacific Shield 2025 melibatkan ribuan personel dari militer Amerika Serikat, Filipina, Australia, Jepang, dan Singapura. Meski Indonesia tidak terlibat langsung, beberapa negara peserta adalah mitra strategis RI dalam kerja sama pertahanan kawasan.
Manuver ini mencakup operasi pendaratan amfibi, patroli udara jarak jauh, simulasi anti-kapal selam, serta pengamanan jalur logistik laut. Wilayah manuver berada di sekitar Selat Luzon, Laut Sulu, dan perbatasan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina dan Malaysia — lokasi yang berdekatan dengan klaim sepihak China atas Laut China Selatan.
Juru bicara Pentagon menyatakan bahwa latihan ini dilakukan demi menjaga kebebasan navigasi dan supremasi hukum internasional, khususnya UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).
“Kami tidak mencari konflik, tapi kami tidak akan mundur dalam membela prinsip-prinsip kebebasan laut dan kedaulatan negara-negara sahabat,” ujar Laksamana John Caldwell, komandan Armada Ketujuh AS.
China: “Provokasi dan Intimidasi”
China, melalui Kementerian Luar Negeri, mengecam latihan tersebut sebagai bentuk “militerisasi kawasan yang tidak bertanggung jawab.” Beijing menuduh Amerika Serikat menghasut negara-negara tetangga untuk membentuk blok militer anti-China di halaman belakang mereka sendiri.
Dalam pernyataan resminya, China juga memperingatkan bahwa pihaknya akan meningkatkan patroli militer di Laut China Selatan sebagai respons langsung terhadap latihan gabungan tersebut.
“Kami tidak akan tinggal diam ketika kekuatan asing terus mengganggu kedaulatan dan kepentingan strategis China,” kata juru bicara Kemenlu China, Wang Wenbin.
Respons Negara-Negara Asia Tenggara
Beberapa negara ASEAN menyambut latihan ini sebagai upaya kolektif untuk memperkuat keamanan maritim regional. Meski demikian, Indonesia tetap bersikap netral dan berhati-hati, menjaga keseimbangan hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dan China.
Pengamat militer internasional menilai bahwa kehadiran kekuatan besar di dekat kawasan Indonesia dapat menjadi pedang bermata dua: di satu sisi memperkuat posisi tawar negara-negara kecil, di sisi lain memperbesar potensi konflik terbuka jika eskalasi tidak dikendalikan.
Titik Panas yang Makin Membara
Konsolidasi kekuatan militer antara Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Indonesia di kawasan Pasifik menunjukkan bahwa dinamika keamanan global kini bergerak cepat menuju kutub-kutub baru. China, yang selama ini dominan di Laut China Selatan, kini menghadapi tekanan militer dan diplomatik dari arah barat dan selatan.
Apakah ini awal dari benturan kepentingan yang lebih besar? Ataukah hanya upaya penyeimbang agar supremasi hukum internasional tetap ditegakkan? Satu hal yang pasti: panggung geopolitik Asia Tenggara kini semakin panas — dan dunia menonton dengan napas tertahan.