Kisah Gelap di Balik Bisnis Haram: Ibu dan Anak Diringkus BNNP DKI
Kisah kelam kembali mewarnai dunia peredaran narkotika di ibu kota. Kali ini, pelakunya bukan sindikat internasional atau jaringan kartel besar, melainkan sepasang ibu dan anak kandung yang kompak menjalankan peran sebagai kurir narkoba. Keduanya berhasil diringkus oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta dalam sebuah operasi yang berlangsung awal pekan ini.
Kisah ini tak hanya mengungkap wajah baru dari peredaran gelap narkotika, tetapi juga menyayat hati banyak orang karena melibatkan hubungan darah yang semestinya menjadi tempat perlindungan, bukan kehancuran.
Operasi Pengintaian Panjang BNNP DKI
Penangkapan ini merupakan hasil dari operasi intelijen dan pengintaian selama dua minggu yang dilakukan tim BNNP DKI. Petugas mendapatkan informasi dari masyarakat terkait aktivitas mencurigakan di sebuah rumah kontrakan di kawasan Jakarta Timur. Setelah diselidiki, rumah tersebut ternyata menjadi titik pengambilan dan distribusi sabu yang melibatkan ibu dan anak tersebut.
Keduanya, berinisial RM (47) dan NA (22), ditangkap saat hendak mengantar paket narkoba kepada salah satu pemesan. Dalam penangkapan itu, petugas berhasil menyita ratusan gram sabu siap edar, alat komunikasi, dan sejumlah uang tunai hasil transaksi sebelumnya.
“Ini adalah kasus yang sangat memprihatinkan. Hubungan darah dipakai untuk menutupi aksi kriminal dan membangun kepercayaan dalam jaringan,” ujar Kepala BNNP DKI Jakarta, Brigjen Pol. Johny Pol Latupeirissa.
Alasan Ekonomi atau Tekanan Jaringan?
Dalam pemeriksaan awal, RM mengaku terpaksa terlibat karena desakan ekonomi dan utang menumpuk. Namun, penyidik tidak serta merta percaya begitu saja. Keduanya diketahui telah beberapa kali melakukan pengantaran dalam jumlah besar, yang menunjukkan tingkat keterlibatan lebih dari sekadar ‘kurir pemula’.
NA, sang anak, diketahui sempat bekerja sebagai karyawan toko namun berhenti setahun lalu. Setelahnya, ia kerap terlihat keluar malam bersama ibunya dengan alasan “mengambil paket pesanan.”
“Kami akan telusuri apakah keduanya bagian dari jaringan yang lebih besar. Tidak tertutup kemungkinan mereka memiliki peran penting di level lokal,” tambah Johny.
Reaksi Masyarakat: Miris dan Marah
Kisah ini dengan cepat menyebar di media sosial dan memancing beragam reaksi. Banyak netizen menyatakan keprihatinan dan kesedihan melihat kehancuran nilai keluarga akibat bisnis haram narkoba. Sebagian lain mengkritik lemahnya pengawasan sosial di lingkungan padat penduduk.
“Kalau seorang ibu sudah mengajak anaknya sendiri jadi kurir narkoba, berarti kita sedang hadapi krisis moral yang serius,” tulis seorang pengguna Twitter.
Ancaman Hukuman Berat Menanti
Keduanya kini dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara atau bahkan pidana seumur hidup, tergantung dari berat barang bukti dan peran yang dimainkan.
BNNP DKI menegaskan bahwa kasus ini akan diproses secara transparan dan menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang masih terlibat dalam jaringan narkotika, baik sebagai pengedar, kurir, maupun pelindung.
Penangkapan ibu dan anak dalam kasus peredaran narkoba ini bukan sekadar data statistik, melainkan cermin retaknya fondasi moral dan ekonomi masyarakat perkotaan. Di balik bisnis haram yang menjanjikan uang cepat, tersimpan risiko kehancuran hidup, hubungan keluarga, dan masa depan. Semoga kasus ini membuka mata kita semua bahwa narkoba bukan hanya musuh negara, tetapi juga perusak nilai paling dasar: keluarga.